Modal Sosial dan Percepatan RB BPS

Admin RB BPS Pusat | 10th February, 2017

Ahmadriswan Nasution, Pusdiklat BPS

Ada empat tujuan/sasaran Reformasi Birokrasi (RB) BPS, yaitu  (1) menghasilkan data statistik berkualitas;  (2) BPS yang bersih dan akuntabel; (3) BPS yang efektif dan efisien; dan  (4) pelayanan prima bidang statistik. Untuk mewujudkan sasaran tersebut diperlukan dukungan seluruh jajaran BPS dan cara baru untuk menggantikan cara lama (bussines as usual).

Dengan cara baru, kreativitas dan inovasi diharapkan akan muncul untuk mencapai tujuan RB. Kreativitas merupakan proses munculnya ide-ide baru. Dalam hal ini, para pejuang statistik harus didorong memiliki kreativitas dengan gemar menciptakan, mengkombinasikan cara-cara lama dan memodifikasinya menjadi suatu gagasan baru. Sedangkan, inovasi ialah kreativitas yang telah diterima, terbukti, dan  terlembaga untuk diimplementasikan secara bersama-sama (collective action).

Kreativitas dan inovasi erat kaitannya dengan modal manusia dan modal sosial. Modal manusia di BPS sudah tidak diragukan lagi, dengan semakin banyaknya pegawai yang bergelar master dan doktor. Ditambah setiap tahunnya Sekolah Tinggi Ilmu Statistik  mencetak sekitar 400an sarjana statistik. Lalu, bagaimana modal manusia yang sudah ada dapat mengembangkan modal sosial dalam upaya percepatan RB di BPS?

 

Pemanfaatan Modal Sosial

Konsep modal sosial masih beragam dan dipahami secara berbeda, namun telah terjadi konvergensi menuju pada jejaring sosial (network), norma (norm), dan nilai-nilai (values) yang memfasilitasi kerjasama (collective action). Pemanfaatan modal sosial merupakan pendekatan yang mengandalkan interaksi antarpegawai dalam mencapai tujuan bersama yaitu percepatan RB BPS. Interaksi terjadi karena adanya rasa saling percaya (trust) antarpegawai di lingkungan BPS. Dan, bagaimana antarpegawai berkomunikasi dan berinteraksi sangat dipengaruhi oleh aturan-aturan dan nilai-nilai (values) yang disepakati. Bermodalkan rasa saling percaya  dan semangat PIA (Profesional, Integritas, Amanah), interaksi  di lingkungan  BPS akan menjadi lebih mudah.

Modal sosial dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi melalui tiga cara. Pertama, modal sosial memfasilitasi transfer pengetahuan, mengurangi masalah oportunisme, dan membangun rasa saling percaya. Kedua, modal sosial memfasilitasi transfer pengetahuan, sehingga mengurangi kegagalan informasi (asimetri informasi). Transfer pengetahuan dapat terjadi melalui interaksi timbal-balik. Eksternalitas positif keduanya dapat mengurangi pegawai yang cuek dan cenderung bertahan pada zona nyaman. Interaksi berulang dapat meningkatkan reputasi pegawai muda, sehingga dapat lebih “pede” mengembangkan kreativitas dan inovasi.

Ketiga, dengan mengandalkan modal sosial akan mengurangi penumpang gelap (free rider) dan mendorong tindakan kolektif. Sehingga monitoring dan evaluasi menjadi lebih mudah dan murah. Keberhasilan tindakan kolektif mempercepat RB BPS tidak terlepas dari sejauh mana jajaran BPS  menerapkan nilai-nilai inti  PIA. Namun, kadangkala dalam kerja-kerja kelompok tersebut membutuhkan pemimpin, yang mungkin didominasi pejabat struktural. Dengan semakin banyaknya pejabat BPS (baik struktural maupun fungsional) yang punya kompetensi, maka waktu dan biaya untuk mempercepat RB BPS menjadi lebih rendah. Dengan perkataan lain, inisiatif tindakan kolektif oleh para pejabat struktural cenderung akan menjadi lebih efisien dan efektif.

 

Investasi Modal Manusia dan Modal Sosial

Partisipasi pegawai BPS dalam mengikuti diklat dan tugas belajar di Pusdiklat BPS dapat menjadi instrumen pengembangan modal manusia sekaligus modal sosial. Kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya jumlah dan ragam diklat serta rintisan gelar akan meningkatkan frekuensi interaksi inklusif antarpegawai BPS dari seluruh Indonesia. Interaksi ini dapat mengembangkan jejaring kerja dan berbagi informasi implementasi RB di lingkungan kerja masing-masing.

Pengembangan modal manusia dan modal sosial merupakan investasi jangka panjang yang akan berdampak pada legitimasi informasi statistik yang dihasilkan menuju BPS berkelas dunia. Namun, yang tidak kalah penting jangan sampai BPS menyia-nyiakan “investasi” yang telah dikeluarkan dalam pengembangan SDM baik melalui diklat maupun tugas belajar. Hal ini perlu ditekankan seiring dengan penghematan anggaran, sehingga BPS harus menagih kontribusi pegawai yang selesai tugas belajar atau mengikuti diklat agar melahirkan berbagai kreativitas dan inovasi dalam upaya percepatan RB BPS. Semoga.

 

Sumber : Varia Statistik Februari 2017