Reformasi Lutung Kasarung

Admin RB BPS Pusat | 15th March, 2016

Ilustrasi

Pada jaman dahulu kala di Tatar Pasundan ada seorang raja yang bijaksana, bernama Prabu Tapak Agung, yang memiliki dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari. Di akhir kepemimpinannya, Purbasari dipilih untuk menggantikannya. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa.

Purbararang  tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri sulung, seharusnya Ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutunya. Sang kakak, Purbararang terus menerus ‘menggerutu’ dan mengeluh. Tak hanya itu, dengan segala upaya liciknya berusaha menyingkirkan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir yang memanterai Purbasari sehingga saat itu juga kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. Kemudian disuruhnya Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sang Patih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari, dan menasehati, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan menolong Putri”. “Terima kasih Paman,” ujar Purbasari.

Di hutan, Purbasari berteman hewan-hewan yang selalu baik kepadanya, salah satunya seekor kera berbulu hitam yang misterius. Kera tersebut, Si Lutung Kasarung yang menggembirakan dan menolong Purbasari hingga penyakit kulitnya sembuh dan nampak kecantikan aslinya.

Suatu ketika Purbararang berniat ke hutan menengok adiknya. Dirinya tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Di akhir cerita, Si Lutung Kasarung menjadi pria tampan dan menjadi pendamping Purbasari, yang mampu menunjukkan kelebihannya di depan Purbararang. Akhirnya Sang Kakak mengakui kekalahan dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Cerita tersebut merupakan cuplikan dari dongeng legendaris Lutung Kasarung.

Bijaksananya Sang Raja, ketika uzur, dia menunjuk salah satu pengganti. Suatu keputusan tak lantas disambut positif, dan memuaskan seluruh pihak. Ada saja satu dua orang yang berseberangan. Watak yang dimiliki Purbararang mungkin masih ada di era Reformasi Birokrasi (RB). Ketidakpuasan atas suatu kebijakan disikapi dengan ‘gerundel’. Di forum rapat bisa saja seorang pegawai manggut-manggut, namun sebaliknya ketika di belakang kasak kusuk menggerutu dan merasa benar sendiri. Saling tuding dalam hal kesalahan.

 

Semangat Profesional Integritas dan Amanah belum maksimal diterapkan dalam perilaku sehari-hari. Sebut saja masalah disiplin dan kinerja, masih dijumpai pegawai yang memaknai disiplin sebatas tepatnya absen pagi dan pulang. Belum lagi masalah komunikasi dan koordinasi. Beragamnya teknik komunikasi zaman terkini, kadang tidak diimbangi dengan kepedulian. Contoh hal kecil dalam memaknai respon informasi. Berapa banyak pegawai yang merespon informasi yang disampaikan melalui email atau grup media sosial? Respon adalah bukti pesan telah sampai ke tujuan.

Pegawai yang ditunjuk untuk menyelesaikan suatu pekerjaan hendaknya mengomunikasikan progres kerjanya. Semakin cepat respon dari pimpinan atau unit kerja terkait, akan mempengaruhi kualitas, ketepatan, dan kecepatan selesainya satu pekerjaan. Pimpinan, sesibuk apapun seharusnya teliti dan cermat dalam merespon hal yang dikoordinasikan. Kesalahan dapat diminimalisir dengan koordinasi dan komunikasi yang cepat direspon dalam memberi feed back. Kesalahan buku pedoman, kesalahan cetak publikasi, serta beberapa kesalahan lainnya, bisa jadi disebabkan karena kurang peduli atau teliti dalam merespon suatu koordinasi. Siapapun yang memberi informasi dalam hal koordinasi, entah level pimpinan maupun staf, seharusnya disamakan dalam merespon, yakni cepat dan tepat.

Cerita Lutung Kasarung juga mengajarkan bahwa seseorang yang lebih senior tak lantas dianggap pantas untuk meneruskan kepemimpinan. Kini, dengan adanya open bidding, harapannya akan muncul “kesatria” dari segala penjuru yang siap memajukan BPS. Setiap institusi memiliki aturan, mereka yang berjalan di atas peraturan yang benar, meski  ‘dijegal’ atau dimusuhi, pada akhirnya dengan pertolongan Yang Maha Kuasa akan mampu muncul sebagai pemenang dan dipandang benar. Dan yang terakhir, kita dapat petik hikmah, meski dinobatkan sebagai pemenang, sebagai seorang pemimpin, seyogyanya tak lantas bersombong diri atau memusuhi partner kerja, meski  yang bersangkutan pernah menodai perjuangannya.   

Sudahkah kita saling menghormati dalam siklus dan irama bekerja. Seberapa efektif kah kita mengisi jam kerja kita? Seberapa teliti, cermat dan  ‘agresif’nya kita merespon suatu hal yang dikoordinasikan? Semua berujung pada output kinerja BPS.

 

Sumber: Varia Statistik, Mar 2016