ABK-SKJ, Duet Maut Muluskan RB BPS

Admin RB BPS Pusat | 5th February, 2015

ABK, untuk Tatalaksana Organisasi Lebih Baik

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB) di lingkungan BPS terus berjalan, pembenahan di segala bidang terus diupayakan. Penataan dan penyempurnaan organisasi, ketatalaksanaan dan kepegawaian terus disempurnakan. Untuk mewujudkan jumlah dan kualitas pegawai yang sesuai dengan kebutuhan organisasi perlu dilaksanakan analisis beban kerja (ABK) pada setiap unit organisasi di lingkungan BPS. Penjabaran ABK akan memberikan informasi yang terukur secara obyektif tentang kebutuhan pegawai di setiap unit kerja.

Definisi ABK adalah suatu teknik untuk menentukan jumlah dan jenis pekerjaan suatu unit organisasi yang dilakukan secara sistematis menggunakan teknik analisis jabatan dengan memperhatikan teknik manajemen lainnya. Sedangkan tujuan ABK untuk memperoleh informasi seberapa besar beban kerja relatif dari seorang pegawai, suatu jabatan, unit kerja meliputi seksi, bagian, bidang, subdirektorat, biro, direktorat, inspektorat, BPS provinsi, bahkan suatu organisasi secara keseluruhan. Sejatinya ABK sudah ada, namun bila ada perubahan struktur organisasi, penambahan/pengurangan tupoksi, ABK harus disesuaikan. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan RB) memberi waktu hingga awal tahun 2015 seluruh instansi harus sudah menyerahkan ABK.

Saat ini seluruh unit kerja akan menjabarkan pekerjaanpekerjaan yang seharusnya dikerjakan, termasuk juga fungsional tertentu maupun fungsional umum. Tugas KSK merupakan penjabaran tugas kepala seksi yang ada di kabupaten/kota, sehingga tidak perlu dituangkan dalam formulir yang ada karena akan dirumuskan langsung oleh Tim Pengolah ABK. Hasil pengisian ABK dari provinsi dan BPS kabupaten/kota akan diolah lebih lanjut oleh sekretariat ABK di Bagian Hukum dan Organisasi. Data isian kuesioner ABK dari daerah dianalisis, dilakukan klarifikasi dan verifikasi. Proses klarifikasi dan verifikasi di lapangan sedang berjalan di bulan Agustus ini, sampel terpilih berada di Provinsi Sumut, Lampung, Jawa Barat, Bali, Kalbar, Kalsel, Sulbar, Sulsel, dan Papua Barat.

Berdasarkan klarifikasi dan verifikasi di lapangan, diperoleh beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni perihal satuan pekerjaan, klarifikasi waktu penyelesaian suatu pekerjaan, serta pemisahan kegiatan disesuaikan dengan periode pendataan. Nantinya, ABK menjadi pedoman dalam penyusunan rencana kebutuhan riil pegawai sesuai beban kerja, penilaian kinerja, serta acuan program seleksi, rotasi, dan promosi pegawai.

SKJ, Tuntunan akan Right Man on The Right Place

Selain ABK, Standar Kompetensi Jabatan (SKJ) juga masuk dalam penilaian RB. SKJ terdiri dari Standar Kompetensi Manajerial (SKM) dan Standar Kompetensi Teknis (SKT). SKM dan SKT dibuat berdasarkan Perka BKN No. 7 dan 8 Tahun 2013 agar setiap instansi dapat memiliki standar kompetensi manajerial dan teknis sebagai salah satu acuan untuk pengangkatan seseorang. Saat ini, seluruh eselon III dan IV di lingkungan BPS seluruh Indonesia wajib mengisi tujuh form yang disediakan dalam penyusunan SKM.

Pada tahap awal, Tim Kepegawaian BPS melakukan sosialisasi dan supervisi di delapan provinsi (Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Papua, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, dan DKI Jakarta) dan enam kabupaten/kota (Serang dan Lebak di Banten; Tasikmalaya, Cirebon, Bogor, dan Bandung di Jawa Barat). Untuk tahap selanjutnya, masih akan dilakukan sosialisasi dan supervisi lagi di beberapa provinsi/kabupaten/kota. “Ini sampel saja, nanti kita ambil modus dari uraian pekerjaan yang ada. Dari sana terkumpullah kompetensi-kompetensi, lalu dikompilasi. Setelah itu, dikirim ke daerah bersangkutan, jika ada masukan maka akan dibetulkan. Lalu dibawa ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk divalidasi. Setelah oke, baru kita sosialisasikan dan buatkan Perka. Jadilah pedoman standar kompetensi yang digunakan untuk mengangkat struktural di BPS,” kata Nurbaety Setram, Kepala Bagian Administrasi Kepegawaian BPS. Dari dua provinsi yang telah disupervisi oleh Tim Kepegawaian BPS, kebanyakan kesalahan yang terjadi adalah pengisian uraian tugas di formulir 1 masih kurang tepat karena sekadar menjiplak dari Kepka BPS Nomor 003 Tahun 2002, padahal uraian kegiatan yang diperlukan harus mencerminkan What, How, Why (WHW).

Nantinya, standar kompetensi masing-masing jabatan struktural yang telah tersusun mencakup dan berlaku di BPS RI dan BPS daerah. “Kalau yang bidang teknis secara umum sama. Namun, di Kesekretariatan Utama baru lebih detail kompetensinya, beda-beda,” ujar Nurbaety. Dari rangkaian tahapan penyusunan SKJ ini, Kepegawaian  BPS berharap awal tahun 2015 BPS sudah mempunyai SKJ.