Gratifikasi : Zero Tolerance!

Admin RB BPS Pusat | 15th January, 2015

"Pak, tolong diterima hadiah ini sebagai tanda terima kasih kami karena Bapak telah menyetujui tender. Jangan ditolak ya Pak, ini tidak seberapa dibandingkan harga tender tersebut".

 

Kalimat di atas mungkin sudah tidak asing lagi kita dengar. Kalimat godaan seperti itulah yang membuat banyak politikus, pejabat negara, dan pihak lainnya masuk bui karena menerima gratifikasi sebagai awal dari timbulnya penyakit korupsi. Sehingga mau tidak mau diperlukan suatu regulasi yang mengatur pengendalian gratifikasi di lingkungan pemerintahan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1991 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, BPS mengeluarkan Peraturan Kepala (Perka) BPS Nomor 178 Tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan BPS yang mulai berlaku tanggal 13 November 2014.

 

Gratifikasi: Tolak Atau Terima dan Laporkan!

Selamat Hari Anti Korupsi. Kalimat tersebut membuka paparan Rusman Desiar, Inspektur Utama, pada internalisasi Perka BPS Nomor 178 Tahun 2014 yang diselenggarakan 9 Desember lalu di Aula Gedung I lantai 10 BPS. Kegiatan yang dihadiri oleh seluruh pejabat struktural, fungsional dan pengurus DWP di BPS (pusat) ini merupakan bukti nyata keseriusan BPS dalam mewujudkan BPS yang bebas dari korupsi. Internalisasi yang dilaksanakan bertepatan dengan perayaan Hari Anti Korupsi Internasional ini diisi dengan penyerahan sertifikat kepada 22 orang tunas integritas. Desiar memaparkan berbagai jenis gratifikasi yang nyata-nyata harus ditolak atau bisa diterima namun harus dilaporkan. Kemana melaporkannya? Inspektorat menyiapkan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) yang berada di bawah wewenang Inspektorat Wilayah III bagi pegawai BPS di seluruh Indonesia. Prosedurnya berbeda dengan pelaporan ke KPK. KPK memberikan waktu 30 hari kerja, sementara UPG hanya memberi waktu 13 hari kerja sejak proses serah terima uang/barang yang dimaksud.

 

Rambu-rambu Gratifikasi

Pemberlakuan Perka Nomor 178 Tahun 2014 merupakan tindak lanjut dari ditandatanganinya Pernyataan Komitmen Program Pengendalian Gratifikasi antara BPS dengan KPK pada tanggal 17 April 2014. "Dalam Pernyataan Komitmen Program Pengendalian Gratifikasi tersebut, salah satu yang harus dilaksanakan oleh BPS adalah menerapkan dan melaksanakan fungsi pengendalian gratifikasi di lingkungan BPS," ungkap Kepala Bagian Hukum dan Organisasi, R Taufik Panca Putra. Taufik menjelaskan bahwa Perka Nomor 178 Tahun 2014 tersebut memberikan rambu-rambu bagi pegawai BPS untuk tidak menerima gratifikasi yang dianggap suap dan batasan gratifikasi yang tidak dianggap suap dalam rangka kedinasan. Dalam Perka tersebut juga mengatur tata cara pelaporan gratifikasi ke UPG untuk gratifikasi dengan nilai satu juta rupiah ke bawah dan untuk gratifikasi dengan nilai di atas satu juta rupiah pegawai dapat langsung melapor ke KPK.

 

Batasan nilai rupiah yang diterima oleh pegawai dianggap sebagai gratifikasi atau tidak menjadi persoalan tersendiri dalam penyusunan Perka ini. "Pembahasan batasan nilai rupiah maksimal Rp500.000 pada Pasal 4 Poin a memang diakui agak alot. Sebagian menginginkan penerapan gratifikasi tanpa ada toleransi (zero tolerance) sehingga berapapun nilainya tetap tidak boleh diterima, namun ada juga yang berkata sebaliknya," ujar Taufik. Studi banding ke beberapa instansi yang telah memberlakukan Peraturan Pengendalian Gratifikasi pun dilakukan. Beberapa instansi memberikan batasan yang berbeda terkait hal tersebut. Setelah didiskusikan dengan pimpinan BPS maka ditetapkan batasan nilai Rp500.000 atau setara dengan nilai satu gram emas. Nilai tersebut mengambil acuan yang ditetapkan BPK ditambah dengan perkiraan inflasi ke depan. Sedangkan satu gram emas merupakan penyetaraan nilai emas apabila Rp500.000 dianggap sudah tidak relevan karena inflasi.

 

Dalam Perka tertulis bahwa pegawai diwajibkan untuk melaporkan setiap penerimaan yang dianggap sebagai gratifikasi dengan nominal tertentu yang telah ditentukan yang ditujukan sebagai saringan untuk memproteksi pegawai BPS sehingga tidak menimbulkan fitnah. Tidak semua orang dapat menerima dengan baik pemberlakuan peraturan baru apalagi jika peraturan tersebut mengubah kebiasaan yang dilakukan. Tidak heran ada beberapa pegawai yang kaget bahkan protes terhadap Perka tersebut, sebaliknya banyak juga pegawai yang menyambut baik Perka ini."Kebijakan ini merupakan kebijakan pertama di BPS yang membahas mengenai gratifikasi. Kebijakan ini akan terus dilakukan evaluasi oleh tim yang dikomandoi oleh Inspektorat sampai dapat ditera pkan zero tolerance terhadap gratifikasi, sehingga masukan dari seluruh pegawai sangat kami harapkan," harap Taufik.

-Ferika & Gita-