Kembali ke Daftar Artikel

Coffee Morning Change Management Series Penguatan Nilai Dasar Pegawai: Berorientasi Pelayanan
oleh Admin RB BPS      27 Juni 2024
Berorientasi Pelayanan

Sebagai nilai dasar budaya kerja ASN, BerAKHLAK harus dijiwai dan dilaksanakan dalam pekerjaan sehari-hari ASN di Indonesia. Khususnya untuk Perilaku Berorientasi Pelayanan, ASN memiliki komitmen untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam Coffee Morning Change Management Series Penguatan Nilai Dasar Pegawai: Berorientasi Pelayanan, Kepala Biro Perencanaan selaku Ketua Sekretariat dan Manajemen Reformasi Birokrasi (RB) BPS, M. Nashrul Wajdi, menyampaikan bahwa Agen Perubahan BPS pelu memahami peran ASN BPS sebagai pelayan publik dan bagaimana menerapkan Perilaku Berorientasi Pelayanan secara konseptual atau teoritis. Kegiatan ini turut menghadirkan narasumber dari Ombudsman RI, Andi, dan Pustakawan Muda Direktorat Diseminasi Statistik BPS RI, Irvan Rahman Saleh. Masukan dari para narasumber diharapkan dapat membantu unit kerja BPS memahami Perilaku Berorientasi Pelayanan yang disertai contoh perilaku spesifik yang kontekstual serta agar BPS dapat membangun Perilaku Berorientasi Pelayanan yang baik dan tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Andi menjelaskan 3 (tiga) topik utama yaitu konteks pelayanan publik berdasarkan Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, peran Ombudsman RI atas pengawasan kepatuhan pemenuhan standar pelayanan publik, dan evaluasi hasil penilaian Ombudsman RI Tahun 2023 BPS. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Lebih lanjut Andi menjelaskan bahwa pelayanan publik terdiri dari pelayanan barang publik, pelayanan jasa publik dan pelayanan administrasi publik. Tujuan yang ingin dicapai adalah terwujudnya layanan publik di Indonesia yang berkualitas dan berkeadinal bagi seluruh masyarakat. Terdapat beberapa kendala dalam peningkatan kualitas pelayanan publik yang dijelaskan Andi, di antaranya adalah aspek budaya kerja, struktur atau hirarki birokrasi, beban kerja berlebihan, insentif yang rendah dan kapasitas pembelajaran rendah. Andi menekankan perlunya memahami komponen standar pelayanan publik yaitu service delivery dan manufacturing. Service delivery adalah komponen standar pelayanan yang terkait dengan proses penyampaian pelayanan, sedangkan manufacturing adalah komponen standar pelayanan yang terkait dengan proses pengelolaan pelayanan di internal organisasi. Lembaga negara yang memiliki wewenang melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik adalah Ombudsman RI. Model pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman berbasis pemeriksaan atas laporan pengaduan masyarakat dan melakukan pencegakan atas potensi terjadinya maladministrasi. Andi menjelaskan terkait dimensi dan variabel kepatuhan standar pelayanan publik terdiri dari 4 (empat) dimensi yaitu dimensi input (kompetensi penyelenggara dan sarana prasarana), dimensi proses (standar pelayanan), dimensi output (persepsi maladministrasi) dan dimensi pengaduan (pengelolaan pengaduan). Pada akhir paparannya, Andi menjelaskan bahwa BPS memperoleh nilai memuaskan untuk Penilaian Kepatuhan Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh Ombudsman RI.

Narasumber internal BPS yang berasal dari Direktorat Diseminasi Statistik, Irvan Rahman Saleh, menjelaskan implementasi pelayanan prima di BPS. Sejalan dengan penjelasan Andi, Irvan menggarisbawahi bahwa Reformasi Pelayanan Publik merupakan suatu hal yang mendasar dan utama yang harus segera dilakukan dengan meningkatkan mutu dan kualitas layanan kepada publik. Reformasi Pelayanan Publik ini dapat terwujud melalui pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Salah satu bentuk pelayanan publik yang dilakukan BPS berupa Pelayanan Statistik Terpadu (PST) BPS. Irvan menjelaskan bahwa permasalahan terkait pelayanan publik perlu menjadi perhatian seperti ketidakjelasan prosedur pelayanan, ketidakpastian waktu pelayanan, ketidakjelasan standar biaya dan kompetensi petugas dalam pelayanan. Harapan para pemangku kepentingan atas pelayanan publik adalah agar terciptanya pelayanan yang responsif, informatif, murah, berkekuatan hukum, nyaman-aman-jelas, terjangkau, efisien dan profesional. Irvan menyampaikan bahwa untuk mencapai predikat pelayanan pelayanan prima, diperlukan kolaborasi seluruh unit kerja BPS. Selain penilaian pelayanan publik yang diselenggarakan Ombudsman RI, BPS juga dinilai oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) dalam hal Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik (PEKPPP) dan Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP). Sebagai penutup, Irvan menjelaskan bahwa BPS berkomitmen dalam meningkatkan kualitas pelayanan berstandar internasional melalui implementasi manajemen mutu ISO 9001:2015 pada beberapa PST BPS provinsi.