Sebagai nilai dasar budaya kerja ASN, BerAKHLAK harus
dijiwai dan dilaksanakan dalam pekerjaan sehari-hari ASN di Indonesia.
Khususnya untuk Perilaku Berorientasi Pelayanan, ASN memiliki komitmen untuk
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam Coffee Morning Change Management Series
Penguatan Nilai Dasar Pegawai: Berorientasi Pelayanan, Kepala Biro Perencanaan
selaku Ketua Sekretariat dan Manajemen Reformasi Birokrasi (RB) BPS, M. Nashrul
Wajdi, menyampaikan bahwa Agen Perubahan BPS pelu memahami peran ASN BPS
sebagai pelayan publik dan bagaimana menerapkan Perilaku Berorientasi Pelayanan
secara konseptual atau teoritis. Kegiatan ini turut menghadirkan narasumber
dari Ombudsman RI, Andi, dan Pustakawan Muda Direktorat Diseminasi Statistik BPS
RI, Irvan Rahman Saleh. Masukan dari para narasumber diharapkan dapat membantu
unit kerja BPS memahami Perilaku Berorientasi Pelayanan yang disertai contoh
perilaku spesifik yang kontekstual serta agar BPS dapat membangun Perilaku
Berorientasi Pelayanan yang baik dan tidak terpisahkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Andi menjelaskan 3 (tiga) topik utama yaitu konteks
pelayanan publik berdasarkan Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, peran Ombudsman RI atas pengawasan kepatuhan pemenuhan
standar pelayanan publik, dan evaluasi hasil penilaian Ombudsman RI Tahun 2023
BPS. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Lebih lanjut
Andi menjelaskan bahwa pelayanan publik terdiri dari pelayanan barang publik,
pelayanan jasa publik dan pelayanan administrasi publik. Tujuan yang ingin
dicapai adalah terwujudnya layanan publik di Indonesia yang berkualitas dan
berkeadinal bagi seluruh masyarakat. Terdapat beberapa kendala dalam
peningkatan kualitas pelayanan publik yang dijelaskan Andi, di antaranya adalah
aspek budaya kerja, struktur atau hirarki birokrasi, beban kerja berlebihan,
insentif yang rendah dan kapasitas pembelajaran rendah. Andi menekankan
perlunya memahami komponen standar pelayanan publik yaitu service delivery dan manufacturing.
Service delivery adalah komponen
standar pelayanan yang terkait dengan proses penyampaian pelayanan, sedangkan manufacturing adalah komponen standar
pelayanan yang terkait dengan proses pengelolaan pelayanan di internal
organisasi. Lembaga negara yang memiliki wewenang melakukan pengawasan
penyelenggaraan pelayanan publik adalah Ombudsman RI. Model pengawasan yang
dilakukan oleh Ombudsman berbasis pemeriksaan atas laporan pengaduan masyarakat
dan melakukan pencegakan atas potensi terjadinya maladministrasi. Andi
menjelaskan terkait dimensi dan variabel kepatuhan standar pelayanan publik
terdiri dari 4 (empat) dimensi yaitu dimensi input (kompetensi penyelenggara
dan sarana prasarana), dimensi proses (standar pelayanan), dimensi output
(persepsi maladministrasi) dan dimensi pengaduan (pengelolaan pengaduan). Pada
akhir paparannya, Andi menjelaskan bahwa BPS memperoleh nilai memuaskan untuk
Penilaian Kepatuhan Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh Ombudsman
RI.
Narasumber internal BPS yang berasal dari Direktorat
Diseminasi Statistik, Irvan Rahman Saleh, menjelaskan implementasi pelayanan
prima di BPS. Sejalan dengan penjelasan Andi, Irvan menggarisbawahi bahwa Reformasi
Pelayanan Publik merupakan suatu hal yang mendasar dan utama yang harus segera
dilakukan dengan meningkatkan mutu dan kualitas layanan kepada publik.
Reformasi Pelayanan Publik ini dapat terwujud melalui pelaksanaan Reformasi
Birokrasi. Salah satu bentuk pelayanan publik yang dilakukan BPS berupa Pelayanan
Statistik Terpadu (PST) BPS. Irvan menjelaskan bahwa permasalahan terkait
pelayanan publik perlu menjadi perhatian seperti ketidakjelasan prosedur
pelayanan, ketidakpastian waktu pelayanan, ketidakjelasan standar biaya dan
kompetensi petugas dalam pelayanan. Harapan para pemangku kepentingan atas
pelayanan publik adalah agar terciptanya pelayanan yang responsif, informatif,
murah, berkekuatan hukum, nyaman-aman-jelas, terjangkau, efisien dan
profesional. Irvan menyampaikan bahwa untuk mencapai predikat pelayanan pelayanan
prima, diperlukan kolaborasi seluruh unit kerja BPS. Selain penilaian pelayanan
publik yang diselenggarakan Ombudsman RI, BPS juga dinilai oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) dalam hal
Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik (PEKPPP) dan
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP). Sebagai penutup, Irvan menjelaskan
bahwa BPS berkomitmen dalam meningkatkan kualitas pelayanan berstandar
internasional melalui implementasi manajemen mutu ISO 9001:2015 pada beberapa
PST BPS provinsi.