Raih WTP, Kejar Kembali Penyesuaian TK

Admin RB BPS Pusat | 10th September, 2016

Muchammad Romzi, Sekretaris RB-BPS

Beberapa tumpukan buku dan map BPS nampak di ruang kerja Sekretaris RB BPS, yang berukuran sekitar 4 x 6 meter. Ketika ditanya “Bagaimana perkembangan RB BPS?” Seketika buku minimalis bersampul gedung BPS disodorkan Kepala Subdirektorat Pengembangan Model Statistik Muchammad Romzi. Buku tersebut berisi uraian Roadmap RB BPS tahun 2015-2019.

Ada lima isu strategis dan agenda prioritas RB BPS. Pertama, peningkatan kualitas statistik dengan mengembangkan metodologi dan proses bisnis statistik yang efektif dan efisien. Kedua, peningkatan peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Ketiga, peningkatan kualitas dan manajemen sumber daya manusia (SDM). Selanjutnya penyelarasan organisasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan isu strategis keempat dan kelima.

 

RB Hapus Gaya Katak

Dalam penjelasannya, Romzi menyebutkan bahwa RB BPS mengusung program STATCAP-CERDAS, yang mengatur TIK, SDM dan integrasi antarkegiatan statistik. Selain itu juga rencana implementasi kerangka penjaminan kualitas menjadi perhatian utama RB BPS, baik dari sisi kualitas output statistik maupun kualitas proses kegiatan statistiknya. Kualitas ditentukan oleh user, yang menginginkan output statistik sesuai dengan kebutuhannya. Karena itu apa kebutuhan user harus dituangkan dalam pertanyaan di kuesioner. Dengan demikian, setiap pertanyaan dalam kuesioner harus dapat dimanfaatkan untuk user, tidak ada pertanyaan yang sia-sia. Proses kerja harus memiliki  Standard Operating Procedures (SOP) yang diturunkan dari Generic Statistical Business Process Model (GSBPM), yakni rujukan proses kegiatan statistik mulai dari survei, sensus, serta data administrasi lainnya.

Selanjutnya Romzi juga menjelaskan perihal penilaian indikator kinerja pegawai. Saat ini, sedang dibangun sistem penilaian kinerja pegawai yang dapat terhubung ke output BPS. Setiap pegawai akan mengisikan target pekerjaan dan realisasinya, serta hasil kerjaannya tersebut jelas mendukung kinerja BPS di bagian yang mana, sehingga kontribusi seseorang terlihat jelas.  Selain penilaian kinerja pegawai, perlu juga dilakukan penilaian sikap kerja pegawai. Penilaian ini tidak hanya bersumber dari atasan langsung saja, namun menganut sistem penilaian 360 derajat. “Kita ini tahu statistik, tapi tidak menggunakannya. Artinya gini, untuk menghasilkan data yang baik, kita butuh banyak sampel, demikian juga penilaian sikap kerja seseorang, akan lebih obyektif apabila banyak yang memberikan nilai, tidak hanya bergantung pada penilaian atasan langsung”, imbuh Romzi.

Penilaian prestasi kerja berdasarkan kinerja dan sikap kerja pegawai. Romzi  mencontohkan, untuk sikap kerja, dirinya akan dinilai oleh bawahannya, koleganya (sejajar), serta atasannya yang memiliki hubungan kerja. Penilaian melalui sistem ini bersifat anonymous, tak dapat dilacak siapa memberi penilaian berapa. “Siapapun, harus dapat dirangkul, tidak seperti gaya katak, kanan kiri ditekan, bawahan diinjak, hanya demi menonjolkan keunggulan diri sendiri,” terang Romzi. Disinilah nampak implementasi program change management dan revolusi mental pegawai secara kolektif. 

 

Dampak WDP

Usai kenaikan TK tahun lalu, BPS dikejutkan dengan penilaian terhadap kinerja laporan keuangan BPS Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Tentu saja ini mencoreng predikat BPS yang semula sarat dengan berbagai penghargaan. Meski demikian, dijelaskan Romzi dampak WDP ini bisa ditutupi dengan penilaian lainnya. Bahkan, jika tahun ini kita kembali raih WTP, penyesuaian TK dapat segera diajukan. Romzi tak menampik anggapan banyak pegawai bahwa penyesuaian TK tahun lalu hanya ‘dinikmati’ oleh eselon I dan II. Capaian nilai indeks RB BPS tahun lalu sebesar 70,34 akan dijadikan dasar penyesuaian TK pegawai ke depan. BPS perlu memiliki partnership intelegence, yakni negosiator yang mampu mendukung hubungan yang saling menguntungkan dengan K/L, dan dapat memperjuangkan kepentingan BPS. “Mudah-mudahan penyesuaian TK dapat dinikmati oleh seluruh jajaran pegawai di BPS”, harap Romzi.

Penilaian RB BPS perlu disiapkan. Budaya kerja cerdas harus sudah menjadi suatu kewajiban. Tidak hanya penilaian ‘gaya katak’ yang dihapus, mental pegawai ‘ada kerjaan, ada uang’ juga dikikis. Kesiapan SDM yang berkompeten dan berdaya juang turut mendongkrak kontribusi BPS dalam misi pembangunan nasional, yakni “Mewujudkan Bangsa yang Berdaya Saing”.

 

Sumber : Varia Statistik September 2016