Jaga Kualitas di Tengah Keterbatasan

Admin RB BPS Pusat | 15th May, 2016

Pelatihan Calon MK yang sudah dilaksanakan, namun karena penghematan anggaran MK mesti ditiadakan

Selama empat hari belakangan ini, Erik pulang malam. Empat hari ini Sang Istri yang belum lama resmi dipinangnya ini mesti menunggu Sang Suami agak lebih lama ketimbang biasanya. Empat hari ini Erik mencoba memahami poin-poin yang harus dipahami oleh Petugas Cacah Lapangan Sensus Ekonomi 2016 (SE2016). Karena dalam empat hari ini ia mengikuti pelatihan Monitoring Kualitas (MK) SE2016.

Erik tetap serius walaupun saat pelatihan kabar ditiadakannya MK berhubung dengan penghematan anggaran nyaring terdengar. “Kita kan bukan calon MK, tapi calon task force,” gurau beberapa peserta di samping Erik. “Ada, ga ada MK, ga masalah, kita latihan buat nambah wawasan aja kok,” balas seseorang lagi.

Sampai akhirnya resmi sudah, bahwa kegiatan MK SE2016 ditiadakan diganti dengan pengawasan-pengawasan lewat cara lainnya di bawah Tim Pengendalian Kualitas SE2016. Lalu, bagaimana cara BPS menjaga kualitas SE2016 tanpa MK?

Kepala Seksi Konsistensi Statistik Sosial, Tri Nugrahadi memberikan beberapa masukan terkait kualitas data SE2016 khususnya pada level pendataan. “Pada dasarnya, ada tiga poin penting dalam MK SE2016, yakni memastikan bahwa SOP dilaksanakan oleh para petugas SE2016, isian konten sesuai dengan pedoman, dan cakupan usaha telah merepresentasikan kondisi di lapangan. Meskipun dihentikan, sebenarnya monitoring terhadap ketiga point tersebut tetap dapat dilaksanakan bersamaan dengan supervisi dari teman-teman daerah. Dengan kata lain, supervisi daerah, jika masih ada, harus lebih dioptimalkan. Poin-poin dalam kuesioner MK SE2016 dapat digunakan sebagai referensi pada supervisi,” tutur Tri. Sehingga, walaupun secara fisik, MK SE2016 tidak dapat dilaksanakan, namun ‘ruh kualitas’ MK tetap dapat dimplementasikan.

 

Tergantung Pelaksana Lapangan

Selain itu, akibat ketiadaan MK SE2016, penjaminan kualitas pendataan sangat tergantung pada para pelaksana di lapangan, seperti Koordinator Sensus Kecamatan (Koseka), Koordinator Lapangan (Korlap), serta pengawas/pemeriksa (PML), tentunya dengan arahan dari BPS di Daerah. Para KSK, Korlap, dan PML harus bekerja ekstra ketika mendampingi para pencacah (PCL) dan mengawasi progres kerja mereka. Pemeriksaan berjenjang harus dilaksanakan lebih teliti baik terhadap kelengkapan maupun kewajaran isian.

Kemampuan PCL terkait probing dan teknik menilai kewajaran jawaban responden harus bisa dideteksi secara dini oleh PML sesaat setelah PCL menyelesaikan pendataannya. Misalnya, apakah isian nilai produksi/penjualan/pendapatan atau jumlah tenaga kerja suatu perusahaan sudah relevan dengan kondisi riil? Semua masalah yang terjadi di lapangan harus segera diinformasikan ke BPS Kabupaten/Kota untuk dilakukan tindak lanjut yang tepat.

Di sisi lain, informasi permasalahan tersebut dapat dirangkum dan disebarluaskan ke petugas SE2016 (di wilayah lainnya) sebagai early warning system dengan memanfaatkan jadwal pertemuan rutin atau sarana komunikasi yang tersedia. Sehingga, setiap kesalahan yang telah terjadi dapat segera diatasi dan tidak menyebar secara masif.

Saat ini, di setiap level petugas SE2016 memiliki mailing list sebagai sarana diskusi atau sharing berbagai permasalahan SE2016. Ketika ditanya perihal persepsi instruktur/petugas dalam menyerap materi pelatihan SE2016, dikaitkan dengan penyelesaian kasus yang terjadi, Tri mengakui bahwa masih adanya perbedaan persepsi diantara Inda, Innas, atau bahkan Intama dalam menjawab suatu kasus/permasalahan. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan suatu sistem, dimana para stakeholder pelaksana SE2016 dapat menanyakan masalah/kasus yang terjadi dan sekaligus menerima jawaban/penegasan dari tim perumus pusat secara cepat (online). Selain itu, kasus yang terjadi pada suatu wilayah dapat dijadikan sebagai referensi untuk kasus yang sama di wilayah berbeda. Sistem ini telah dibangun dalam MK SE2016 dan disebut sebagai “Penegasan Online”.

 

Sumber : Varia Statistik Mei 2016