KSK, STATCAP CERDAS dan Model Kepemimpinan Dari Bawah

Admin RB BPS Pusat | 15th March, 2016

Deru perubahan dan laju reformasi birokrasi di BPS, perlahan tapi pasti semakin terasa manfaatnya sejak dicanangkannya STATCAP-CERDAS. Program ini dicanangkan sebagai “kendaraan” untuk mencapai masa depan yang lebih baik sebagai pelopor data statistik terpercaya untuk semua. Inti dari STATCAP-CERDAS adalah proses perubahan yang menyeluruh baik menyangkut aspek transformasi budaya dan mindset jajaran BPS hingga transformasi bisnis BPS sebagai lembaga penyedia data.

 

KSK Sebagai Role Model?

 

Sebagai modal awal, BPS telah memiliki core values yaitu: Profesional, Integritas, dan Amanah (PIA). Namun modal dasar saja tidaklah cukup. Perlu implementasi secara nyata yang tercermin dalam perilaku karyawan BPS dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Perubahan memerlukan komitmen dan integritas setiap karyawan BPS, mulai dari pucuk pimpinan tertinggi BPS hingga KSK. Pada sisi lain, proses perubahan juga membutuhkan suatu role model atau agent of change yaitu para strong leader yang mampu memberikan keteladanan perilaku perubahan. Pertanyaan yang kerap menggelitik saraf saya adalah: Mampukah KSK yang notabene berada pada jajaran terbawah struktur organisasi BPS turut mengambil peran sebagai role model atau agent of change ini?

Jawabannya adalah mungkin. KSK adalah koordinator yang di dalamnya melekat fungsi manajemen, kepemimpinan, teknis dan administrasi, bukan lagi sekedar mantis yang tugasnya mendata. Ruang lingkup kerja seorang KSK juga meliputi semua sektor, sehingga memungkinkan seorang KSK menjadi seorang generalis yang mengetahui banyak hal. Seorang KSK juga mempunyai kemampuan bergaul yang lebih luas karena tuntutan beban kerjanya di lapangan ketimbang staf. Kondisi lapangan kerja, baik tipologi wilayah tugas maupun latar belakang sosial budaya masyarakatnya tidaklah selalu sama dengan yang berada dalam buku pedoman pencacahan, sehingga menuntut kreativitas KSK untuk mencari solusinya demi mendapatkan data yang akurat. Akumulasi dari semua hal tersebut secara tidak langsung  mampu membentuk dan menumbuhkan karakter kepemimpinan dalam diri seorang KSK.

Selama ini, ada kekeliruan pemahaman terkait arti kepemimpinan. Kepemimpinan selalu dikaitkan dengan posisi dan kedudukan yang tinggi misalnya Bupati, Gubernur, Kepala Kantor, dan semacamnya. Banyak orang tidak menyadari bahwa sebenarnya setiap manusia adalah pemimpin, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al Baqarah ayat 30: “Dan tatkala Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak jadikan khalifah (pemimpin) di muka bumi.” Dengan demikian setiap orang berpeluang untuk jadi pemimpin. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya, seorang ibu adalah pemimpin bagi anak-anaknya, dan setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri.

Meskipun berada pada level terbawah dalam susunan struktur sebuah organisasi, perlu disadari bahwa setiap kata yang terucap, sikap yang diambil ataupun langkah yang kita buat akan memberi pengaruh kepada orang di sekitar. Pola ucap, pola sikap dan pola tindak kita sehari-hari akan membuat diri kita menjadi seorang pemimpin. Syaratnya, kita harus mempunyai prinsip yang teguh. Tidak peduli apakah prinsip itu tepat atau tidak, siapapun yang berpegang teguh pada suatu prinsip pasti memiliki pengikut. Mahatma Gandhi, Hitler, Lenin, dan Stalin adalah orang-orang yang teguh memegang suatu prinsip, tak heran jika mereka memiliki banyak pengikut. Sebaliknya, seorang yang labil bisa dipastikan kalau dia tidak akan memiliki pengikut.

Seorang KSK yang telah mampu mengimplementasikan core values diyakini dapat memberikan pengaruh positif bagi lingkungan kerjanya. Pola ucap, pola sikap dan pola tindak seorang KSK yang mempunyai integritas yang tinggi dan loyal terhadap pekerjaan dan lembaganya serta jujur dan amanah dalam mengemban tugasnya dapat menjadi teladan baik bagi rekan-rekan kerjanya maupun bagi atasannya hingga masyarakat luas.

Langkah nyata yang bisa ditempuh oleh seorang KSK adalah dengan memulai keteladanan itu dari diri sendiri. Perubahan tidak harus selalu dimulai dari sesuatu yang besar, tetapi dapat dimulai dari hal-hal kecil. Misalnya, kepedulian kita terhadap lingkungan kerja, membuat rencana kerja pencacahan, membuat evaluasi sederhana tentang tugas yang telah dilakukan, merapikan administrasi kepegawaian, pengarsipan surat-surat dan sebagainya. Hal penting yang juga dapat dilakukan adalah memupuk kecintaan kita pada tugas-tugas kita sebagai insan BPS. Seberapa berat tugas yang diembankan kepada kita, jika disikapi dengan rasa cinta akan memberikan nuansa kegembiraan dan kesenangan saat kita melaksanakannya.

 

Sumber: Varia Statistik, Mar 2016

Penulis: Asro, KSK BPS Kabupaten Merangin, Jambi