Integritas

Admin RB BPS Pusat | 15th March, 2016

BPS terus membangun jati diri untuk mewujudkan visi yang maha besar yaitu menjadi ‘Pelopor Data Statistik Terpercaya Untuk Semua’ di mana dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selalu menjunjung perilaku dan sikap yang didasari oleh nilai-nilai inti (core values) BPS: PIA-Profesional, Integritas, dan Amanah. Besarnya tantangan dalam penyediaan data yang berkualitas dan kredibel serta up to date, mendorong keluarnya suatu imbauan untuk bekerja secara independen dan jujur dengan berpegang pada integritas pribadi demi kepentingan khalayak umum.

Fenomena dan isu integritas memang sangat penting dan krusial. Saya teringat akan komentar seseorang yang menceritakan tentang sebuah institusi yang dipenuhi pegawai koruptif (pelaku korupsi) dan bahkan nyata-nyata diupah oleh orang-orang yang sebenarnya harus dilayani. Hal yang memancing keheranannya, pada saat tertentu orang korupsi tersebut terlihat begitu ‘bersahaja’. Dari pengalaman di bangku sekolah, murid yang tidak mau mencontek biasanya teringat pada pesan orang tua. Integritasnya di sekolah dibawanya dari rumah.

Mengembangkan integritas memang bukan hal yang mudah, apalagi menyinkronkan integritas pribadi, profesional, dan memperkokohnya di lingkungan yang begitu kompleks, penuh godaan, dan kepentingan tertentu. Apa yang Anda lakukan bila atasan menginstruksikan supaya menandatangani dokumen yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk diloloskan? Pada saat itu integritas pribadi dan integritas profesi berperang dengan integritas atasan. Secara profesional anda tahu itu salah, dan secara pribadi anda tidak mau berbuat curang. Kenyataannya anda bisa ditegur atau bahkan dipecat, sementara mencari pekerjaan dan nafkah untuk anak-istri pada saat ini sangatlah sulit.

Integritas Anda berperang dengan situasi realistis. Dalam dunia kerja, pertentangan nilai akan selalu menggoda kita. Misalnya, adanya sosok atasan yang suka menyuruh melakukan jalan pintas. Contoh lain, saat Anda bersiap meninggalkan kantor di sore hari, telepon di meja anda tiba-tiba berdering. Anda pasti membatin, “Kalau tidak Saya angkat telepon ini, tidak ada orang yang tahu juga.” Tapi, bagaimana bila ini mengenai hal yang sangat genting? Dalam kesendirian pun, perang batin ini sering terjadi.

Kita bisa rasakan sendiri, baik dalam situasi di komunitas maupun lembaga/institusi, tantangan untuk mencari keutuhan karakter yang lebih berharga dari diri kita sendiri. Akankah kita membela orang yang jelas-jelas salah, padahal hati nurani kita ingin mencercanya? Sesekali hati nurani kita menang, sesekali juga kita mengalah pada situasi. Orang yang dalam banyak, bahkan hampir semua, kasus memenangkan integritasnya, tentu bisa menegakkan kepala dan menghargai karakternya. Keutuhan nilai yang dihayati dari hari ke hari yang menguatkan integritas pribadi seseorang, serta menjauhkan kita dari jebakan kemunafikan, bahkan ketidakjujuran.

Masih banyak orang yang merasa bahwa berintegritas artinya berdisiplin mati yang memandang hidup seolah-olah dunia terbagi dua, antara hitam dan putih. Padahal, mengejar integritas bukan berarti kita tidak boleh berkompromi. Bila nilai-nilai di sebuah lembaga tidak sejalan dengan integritas pribadi yang kita pegang, kita sebetulnya bisa mengadakan dialog baik di dalam diri sendiri maupun secara terbuka dengan pihak lainnya. Integritas berkembang dan bersifat dinamis, bukan monolitik dan statis.

Dalam kondisi di mana hampir di semua instansi terjadi suap-menyuap, seorang pimpinan menyerukan kepada stafnya, bahwa mulai sekarang institusi tidak akan membayarkan semua bentuk under table money yang pada masa sebelumnya bahkan tercatat. Keputusan ini tentu mengundang banyak protes. Beberapa orang yang sudah terbiasa dengan praktik seperti ini, merasakan sebuah perang ‘tanpa bekal peluru’ sehingga institusi mendapatkan cercaan yang lumayan menyakitkan.

Dalam kondisi demikian, setiap individu, baik yang mewakili institusi atau dirinya sendiri perlu berpikir ulang, mengenai konsekuensi dan akibat potensial yang bisa terjadi bila keputusan ini tidak dijalankan. Siapkah kita menghadapi KPK? Apakah integritas lebih penting daripada risiko yang mungkin terjadi? Apakah aturan baru ini justru bisa menjunjung harkat kita sebagai warga negara yang baik dan manusia?

Tidak selamanya integritas pribadi yang harus dikalahkan. Bila seorang individu memprotes praktik yang dinilai bertentangan dengan integritas pribadinya, institusi atau komunitas pun sebetulnya dapat menghargai, bahkan terdorong untuk mengolah kembali nilai-nilai yang dianutnya. Orang yang berintegritas, tidak perlu merasa sendirian dan terisolasi. Konflik integritas pribadi, profesi, dan budaya kerja institusi, pasti terjadi. Namun kita semua pasti setuju bahwa dengan menjunjung tinggi integritas dan secara konsisten membelanya, kita pun akan ditunjang oleh teman-teman, lingkungan sosial, dan juga tempat kerja yang kondusif.

Salam PIA dan Sukses SE2016.

 

Sumber: Varia Statistik, Mar 2016