Mystery Shopping

Admin RB BPS Pusat | 4th March, 2015

Tahun 2014, BPS mampu menduduki zona hijau (tertinggi) atas kepatuhan melaksanakan pelayanan publik, yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.  Zonasi kepatuhan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu zona merah atau kepatuhan merah (0-500), zona kuning atau kepatuhan sedang (501-800) dan zona hijau (801-1000).  Penilaian dilakukan oleh Ombudsman RI.  Dari 36 (tiga puluh enam) lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) yang dinilai, BPS berhasil menduduki peringkat ke-7, dengan nilai 880. BPS menjadi satu diantara 10 LPNK yang berada pada zona hijau.

 

Ada 10 (sepuluh) unsur yang dinilai dalam penentuan zonasi tersebut yaitu: standar pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi pelayanan publik, pengelolaan sarana prasarana, pelayanan khusus, tarif pelayanan, perilaku pelaksana dalam pelayanan, pengawasan penyelenggaraan pelayanan, pengelolaan pengaduan, dan penilaian kinerja.  Adapun ruang lingkup pelayanan publik adalah pelayanan barang publik (pengadaan dan penyaluran barang publik), pelayanan jasa publik, dan pelayanan administratif (pelayanan penyelenggara yang menghasilkan dokumen resmi yang dibutuhkan).

 

Ombudsman RI telah menyiapkan instrumen kuesioner yang dirancang sedemikian rupa untuk penilaian kepatuhan instansi atas unsur-unsur tersebut.  Tidak hanya berkunjung dan melakukan wawancara terhadap penyedia pelayanan publik, tim penilai juga melakukan observasi (pengamatan) secara diam-diam. Metode penilaian diam-diam ini dikenal dengan istilah Mystery Shopping, yaitu salah satu teknik survei dalam menilai kualitas penilaian publik dengan menugaskan seseorang atau sekelompok orang untuk berkunjung ke unit pelayanan dengan berpura-pura sebagai pengguna jasa untuk mengalami, mengamati, dan menilai kesesuaian layanan dengan standar pelayanan.

 

Mereka yang bersentuhan langsung dengan pengguna pelayanan publik tentu akan menjadi sasaran penilaian tim mystery shopping tersebut. Mulai dari penerima tamu didepan, resepsionis, satpam, petugas front office hingga petugas back office yang terlibat dalam pelayanan publik, atau lazim dikenal dengan sebutan frontliner instansi.  Sikap, penampilan, serta pengetahuan petugas menjadi salah satu aspek penilaian selain prosedur layanan, sarana prasarana, serta informasi yang terpampang atau dapat dilihat di ruang pelayanan publik (maklumat layanan, standar pelayanan, prosedur pengaduan). Keandalan frontliner instansi  akan dapat meningkatkan reputasi serta kredibilitas instansi tersebut.  Frontliner adalah juga wajah instansi, yang tercermin dari tutur kata, gaya bicara, gesture tubuh, dan lain sebagainya. Frontliner,dituntut untuk dapat memberikan solusi atas masalah ataupun keluhan konsumen (masyarakat).  Dengan paradigma terkini pelayanan publik yaitu adanya konsep The New Public Service yang dikembangkan oleh Janet V Dernhart dan Robert B Dernhart (2003) bahwa warga (citizens) berhak untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas dari negara (birokrasi) , didengar suaranya, serta dihargai nilai preferensinya. Publik, berhak untuk mengungkapkan ketidakpuasan kepada lembaga penyelenggara pelayanan publik. Itu sebabnya pada ruang-ruang pelayanan publik dituntut untuk menyediakan kotak saran/kotak pengaduan yang mampu menampung keluhan dari konsumen.

 

Frontliner yang baik diantaranya tercermin dari beberapa kriteria sebagai berikut: - Mampu memberikan informasi yang sejelas-jelasnya kepada konsumen - Berpenampilan sopan dan menarik, karena mencerminkan wajah instansi - Memiliki senyum yang hangat dan tulus - Menganggap semua orang adalah penting, tidak ada perbedaan - Memiliki product knowledge yang baik

Akan lebih baik bila frontliner menyapa terlebih dahulu sebelum disapa, mengucapkan salam dengan tulus, menanyakan keperluan dengan sopan, dan apabila harus mengambil tindakan penolakan tetap dilakukan dengan sopan dan tidak menyinggung perasaan. Frontliner juga harus tegas dalam menegakkan peraturan/disiplin, dan membiasakan untuk mengucapkan terima kasih.

 

Mulai Maret 2015, Ombudsman RI telah memulai penilaian atas kepatuhan pelayanan publik kementerian/lembaga.  BPS, kembali berbenah diri memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemui pada penilaian tahun sebelumnya. Penilaian atas K/L tidak hanya di kantor pusat saja, tapi juga mengambil sampel di daerah. Diharapkan segenap elemen pelayanan publik BPS di seluruh Indonesia dapat bersiap memberikan yang terbaik, walaupun memang pelayanan publik harus siap sedia kapan pun, setiap saat, sebagai salah satu wujud reformasi birokrasi di lingkungan BPS khususnya Area Perubahan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.  Bisa jadi, satu saat ada tamu yang bertanya atau request sesuatu yang ‘sedikit’ tidak sesuai dengan prosedur, ternyata mereka adalah tim penilai yang sedang bertugas.

Salam PIA

-Eko Rahmadian SST.,M.Sc-