Fungsional dalam Bingkai Reformasi Birokrasi

Admin RB BPS Pusat | 15th June, 2015

Reformasi Birokrasi (RB) merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (bussiness process), dan penataan sumber daya manusia (SDM) aparatur. RB di bidang SDM aparatur merupakan bagian esensial yang tidak dapat dihindari. Ini disebabkan masih banyak kalangan yang menilai SDM aparatur pemerintah bekerja kurang efisien dan efektif. Salah satu bagian dari RB di bidang SDM yang harus selalu dibenahi adalah jabatan fungsional.

Sebelum digulirkannya RB, jumlah pejabat fungsional di lingkungan BPS masih sangat terbatas. Jabatan ini masih dipandang sebelah mata, kurang menarik, kurang diminati bahkan dianggap jabatan pelipur lara bagi mereka yang tidak dapat menduduki kursi struktural. Paradigma tersebut kini berubah. Dengan RB, pegawai yang belum memiliki jabatan fungsional diharuskan menjadi fungsional tertentu. Kebijakan ini memicu pegawai BPS berbondong-bondong mengajukan usulan menjadi fungsional, terutama fungsional statistisi. Jumlah fungsional statistisi yang kini sudah berlipat ganda seyogyanya perlu dibarengi dengan perbaikan sistem penilaian. Harapan ini bersambut positif, dengan diterbitkannya Perka BPS Nomor 59 tahun 2014 yang merupakan juknis penilaian angka kredit fungsional statistisi. Disusul dengan diselenggarakannya sertifikasi bagi tim penilai jabatan fungsional statistisi.

Di tingkat provinsi, BPS Provinsi Jawa Tengah (Jateng) tak ketinggalan membenahi sistem penilaian fungsional. Dimulai dari peluncuran aplikasi DUPAK (daftar usulan penilaian angka kredit), pengaturan jadwal rapat khusus membahas dupak fungsional statistisi, pengiriman salinan berita acara hasil penilaian dupak periode Januari-Juni 2015, hingga dikirimkannya hasil notulen rapat tim penilai kepada seluruh fungsional statistisi di BPS Provinsi Jateng.

BPS Kabupaten Blora, Provinsi Jateng juga turut merasakan gelombang fungsional statistisi, dari sebelumnya yang hanya lima orang, kini meningkat menjadi lima belas orang. Untuk membantu tim penilai fungsional statistisi di tingkat provinsi, dibentuk tim teknis jabatan fungsional di tingkat kabupaten, yang memiliki tugas memeriksa kesesuaian dupak serta kelengkapan bukti fisik, namun tidak berwenang memberikan penilaian. Tim teknis jabatan fungsional beranggotakan pejabat struktural tingkat kabupaten. Bimbingan teknis tata cara penyusunan dupak serta tata cara pengisian aplikasi dupak dilakukan oleh tim teknis jabatan fungsional sebagai upaya membantu pejabat fungsional.

Semangat mengumpulkan angka kredit supaya bisa naik pangkat lebih cepat, mendorong fungsional statistisi untuk terlibat dalam setiap kegiatan yang memiliki angka kredit. Sebagai contoh kegiatan entry data bagi statistisi terampil yang memberikan angka kredit cukup lumayan, mendorong KSK yang memiliki jabatan statistisi terampil untuk ikut terlibat dalam kegiatan ini. Dampak positif lain dari keikutsertaan KSK dalam entry data adalah mereka menjadi lebih paham alur kuesioner dan konsistensi dalam pengisian kuesioner. Kontribusi KSK dalam entry data juga mengurangi beban kegiatan pengolahan karena staf teknis di BPS Kabupaten Blora saat ini hanya empat orang.

Sementara itu fungsional statistisi penyelia dan statistisi ahli, berusaha untuk berlatih menyusun publikasi, karena angka kredit dari penyusunan publikasi untuk jenjang jabatan ini cukup besar. Bahkan bagi fungsional statistisi muda Kepala BPS Kabupaten Blora memberikan target untuk menyusun publikasi, jika hal ini tidak dilaksanakan akan berpengaruh terhadap penilaian CKP (Capaian Kinerja Perorangan) dari fungsional statistisi yang bersangkutan. Dorongan tersebut telah memicu fungsional statistisi penyelia dan statistisi ahli untuk berkreasi menyusun publikasi. Koleksi publikasi di BPS Kabupaten Blora yang disusun oleh fungsional statistisi jumlahnya cukup banyak. Semangat untuk mencapai angka kredit sebanyak-banyaknya sehingga bisa naik pangkat lebih cepat, mendorong fungsional untuk bekerja lebih giat serta berkreasi lebih baik. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengatur secara jelas kedudukan fungsional dalam birokrasi, sehingga memberikan angin segar bagi para fungsional.

-Hayu Wuranti, Staf IPDS BPS Kabupaten Blora, Provinsi Jateng-