Apa Kabar Tunjangan Kinerja?

Admin RB BPS Pusat | 15th January, 2015

       TK dan TK, selalu menjadi topik pembicaraan yang tak ada habisnya. Pada tahun 2012, ketika TK pertama kali dibagikan, pegawai BPS antusias menyambut TK atau remunerasi tersebut dengan wajah sumringah. Tiga tahun setelah TK dikeluarkan, gonjang-ganjing tentang TK kembali merebak. Kali ini tentang penyesuaian besaran TK dari yang kita dapatkan sekarang 47 persen. Harapan pegawai? Tentu saja naik. Awal tahun ini, semangat kita dipacu untuk semakin meningkatkan diri dan bersiap, karena evaluasi penilaian Reformasi Birokrasi (RB) di BPS akan dilakukan. Apa kabar TK dan progresnya? Simak di Berita Utama Varia Statistik edisi awal tahun ini.

TK Bukan Hak Kita

       Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik, sekaligus sebagai Wakil Ketua Pelaksana RB BPS, Kecuk Suhariyanto, kembali mengingatkan kepada pegawai bahwa TK bukanlah secara otomatis menjadi hak kita. Semua itu berdasar pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Dalam peraturan tersebut, dituliskan bahwa TK adalah fungsi keberhasilan pelaksanaan RB atas dasar kinerja yang telah dicapai oleh seorang individu pegawai, yang tentunya harus sejalan dengan kinerja yang hendak dicapai oleh instansinya. "Jadi TK itu dapat naik atau turun sejalan dengan peningkatan atau penurunan kinerja. Tapi selama ini terjadi salah pengertian, seolah-olah TK itu sudah menjadi hak kita dan bakal naik terus. Jarang yang menyadari kalau TK juga bisa turun kalau kinerja memburuk. Upaya untuk menyesuaikan atau menaikkan besaran TK butuh proses yang panjang, persiapan yang matang dan dukungan dari seluruh pegawai BPS," jelas Kecuk.

       Untuk mengajukan usulan penyesuaian besaran TK, Kepala BPS harus mengajukan surat ke Kementerian PANRB. Selanjutnya Kementerian PANRB meminta tim independen untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan RB BPS. Hasil ini akan diproses lebih lanjut oleh tim Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional (UPRBN) dan tim Quality Assurance RB untuk disampaikan kepada Tim Reformasi Birokrasi Nasional (TRBN) guna mendapatkan persetujuan dari Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) yang diketuai oleh Wakil Presiden.

       Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh tim independen bisa memakan waktu 2-4 minggu karena harus melakukan serangkaian wawancara dan survei kepada sejumlah pegawai BPS, mulai dari Eselon I sampai dengan staf, memeriksa bukti dokumen, capaian RB di lapangan, juga survei terhadap kepuasan masyarakat/pengguna data terhadap hasil kinerja BPS. Tim independen akan mengevaluasi pelaksanaan RB BPS dari dua sudut, yaitu proses/pengungkit dan hasil. Penilaian proses terdiri dari evaluasi terhadap proses Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) dan proses rencana aksi tindak lanjut. Sementara, penilaian hasil terdiri dari penilaian terhadap tingkat kematangan upaya perbaikan yang dilakukan BPS dan hasil yang dicapai BPS, baik capaian terhadap 8 area perubahan RB maupun capaian tujuan/sasaran RB.

TK, Darimana Asalnya?

       Dalam mengajukan penyesuaian besaran TK, Ketua Harian RB BPS, Margo Yuwono, mengatakan bahwa sumber pendanaan juga menjadi hal yang harus dipersiapkan. Menurut Kepala Bagian Penyusunan Anggaran BPS, Moch. Haryono, ada persepsi yang salah di pegawai perihal dana untuk penyesuaian besaran TK. la menjelaskan dana tersebut bersumber dari efisiensi/optimalisasi pada pagu anggaran yang tersedia di BPS, tidak melekat kepada kemampuan pemerintah, namun dapat diusulkan setelah kinerja pegawai optimal hingga ada efisiensi penggunaan dana di internal BPS. Efisiensi dana di internal BPS itulah dana yang dialokasikan untuk membayar kenaikan TK. Jadi penyesuaian/kenaikan besaran TK terkait erat dengan kesiapan dana yang berhasil diefisiensikan. "Tim di sini siap mengikuti dan mendukung keputusan pimpinan," ujar Haryono.

       "Berapa yang mampu kita efisienkan, itulah besaran kenaikan TK yang bisa kita ajukan. Jika dana sudah oke dan kesiapan kita juga sudah oke, maka bisa kita ajukan ke Kementerian PANRB," jelas Margo. Sumber pendanaanTK bagi suatu instansi sudah jelas berasal dari efisiensi instansi bersangkutan. "Pada saatnya nanti kalau TK kita sudah naik karena mengambil dana dari anggaran kita, akan ada honor-honor yang dihilangkan. Hasil optimalisasi anggaran akan menjadi satu tunjangan kinerja yang nilainya lebih besar," tambah Kepala BPS, Suryamin.

Hasil PMPRB : Baik

       BPS sudah dua kali melakukan PMPRB. Pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Menteri PANRB Nomor 1 Tahun 2012 tentang PMPRB. Sesuai namanya, penilaian mandiri, BPS melaksanakan PMPRB secara self-assessment dan on-line dengan membentuk tim assessor yang anggotanya merupakan perwakilan dari seluruh kedeputian. Hasilnya dikirim ke Kementerian PANRB, selanjutnya fim UPRBN dari Kementerian PANRB datang ke BPS untuk melakukan verifikasi.

       Hasil PMPRB BPS tahun ini berdasarkan surat dari Menteri PANRB tertanggal 14 Oktober 2014 adalah 60,86 (B=baik). Tim UPRBN memberikan rekomendasi kepada BPS tentang komponen yang dinilai masih rendah dan perlu difingkatkan. Komponen tersebut adalah penataan sistem manajemen SDM yang (44,67 persen) dan penguatan pengawasan (34,79 persen). (Komponen penilaian lihat tabel Indeks Reformasi Birokrasi BPS Tahun 2014)

       Terkait SDM, ketika penilaian PMPRB dilakukan, BPS baru mem i liki draf Perka tentang Rekrutmen Terbuka. "Kita segera mem bahas draf Perka mengenai rekrutmen terbuka yang telah disusun. Rekrutmen terbuka akan dilakukan internal untuk Eselon III dan IV. Eselon II terbuka untuk internal, jika membutuhkan baru boleh dibuka untuk eksternal. Sementara Eselon I akan dibuka untuk eksternal secara nasional," ungkap Suryamin. la menargetkan Perka akan bisa disahkan pada awal tahun depan. Rekrutmen terbuka untuk eselon I akan dilakukan setelah Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil disahkan. "RPP itu akan ditandatangani 2 Januari 2015. Sebelum itu keluar, disarankan untuk mengikuti Permenpan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah," terang Sekretaris Utama BPS, Eri Hastoto.

       Eri menjelaskan prosedur dalam melakukan rekrutmen terbuka untuk Eselon I. Komisi ASN (KASN) bertugas untuk memastikan rekrutmen terbuka bagi jabatan pimpinan tinggi berjalan dengan benar. Sebelum dilakukan, akan dibentuk panitia seleksi (pansel) yang akan melakukan pengumuman dan seleksi. Pansel dipilih instansi bersangkutan dan dikomunikasikan ke KASN. Pansel berjumlah minimal lima orang dan maksimal sembilan orang, dengan komposisi internal instansi bersangkutan (45 persen) dan eksternal (55 persen). Dari para pendaftar akan diseleksi oleh pansel menjadi enam kandidat untuk diajukan ke kepala lembaga sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian. Kepala lembaga akan memilih tiga kandidat untuk diajukan ke Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai Wakil Presiden. TPA akan memilih satu orang yang dinilai pantas memegang jabatan tersebut.

       Beberapa instansi telah melakukan rekrutmen terbuka untuk jabatan Eselon I, bagaimana dengan BPS? "Tahun 2015 BPS akan melakukan rekrutmen terbuka. Kita harus siap, siapapun yang akan menjabat, baik dari internal maupun eksternal. Saya juga mendorong internal BPS yang memiliki kompetensi, silahkan mencalonkan diri jika ada kesempatan," tegas Eri. la melihat posisi strategis yang dapat diisi eksternal BPS adalah Inspektur Utama dan Sekretaris Utama karena tidak langsung bersentuhan dengan teknis. Namun, Suryamin tetap berharap para calon adalah orang yang benar-benar memahami statistik secara mendalam dimanapun ia ditempatkan karena kegiatan statistik menjadi core kegiatan BPS.

       Selain rekrutmen terbuka, Kecuk menambahkan BPS perlu menerapkan evaluasi reguler jabatan. "Selama ini ketika sudah menduduki jabatan, seseorang cenderung berada di zona nyaman dan bekerja seadanya. Sebaiknya BPS melakukan evaluasi rutin, misalnya tiga tahun sekali, terhadap kompetensi pejabat di seluruh lapisan. Dengan demikian pejabat BPS tidak akan terlena dan terus memacu diri untuk meningkatkan kompetensinya," jelas Kecuk. Penyusunan Indikator Kinerja Individu juga masih menjadi PR dalam SDM di BPS.

       Komponen lainnya yang disorot untuk segera dibenahi adalah pengawasan. Ketika PMPRB dilakukan, BPS belum mengeluarkan Perka tentang Pengendalian Gratifikasi sehingga hasil penilaian masih rendah. Kini BPS telah menerbitkan Perka BPS Nomor 178 tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi sehingga penilaian komponen pengawasan dapat meningkat. Di samping Perka tersebut, BPS juga dituntut memiliki Perka Penanganan Conflict of Interest. Kecuk menambahkan pelayanan publik BPS memiliki nilai yang cukup tinggi, namun ke depannya perlu ditambah inovasi dalam pelayanan dan juga memperluas pelaksanaan survei kepuasan masyarakat.

Sudahkah Mengajukan?

       Lalu, apakah BPS sudah mengajukan usulan penyesuaian besaran TK? "Surat pengajuan sudah saya tanda tangani minggu ini (akhir Desember 2014, red), prosesnya sudah berjalan. Nanti ada penilaian jatuhnya (besaran TK, red) jadi berapa. Mari berdoa dan bekerja dengan kecepatan yang tinggi dan teliti jangan sampai mengecewakan," jawab Suryamin.

       Proses pengajuan hingga jatuh penilaian berapa besaran TK yang diperoleh memang membutuhkan waktu yang cukup panjang, sekitar 6-12 bulan sejak pengajuan, apalagi ada wawancara dan survei kepada pegawai BPS. "Salah satu kekhawatiran saya adalah kekurangpahaman teman-teman terhadap implementasi RB BPS. Apalagi BPS lembaga vertikal yang menyebar di seluruh Indonesia, tim penilai bisa mengambil sampel survei di mana saja dan di level mana saja. Banyak yang harus dibenahi, salah satunya adalah sosialisasi RB yang intensif kepada seluruh jajaran BPS," ucap Kecuk.

       Tantangan RB BPS tahun depan semakin besar, termasuk bagaimana membangkitkan kesadaran pegawai terhadap peran masing-masing dalam RB. "Melihat apa yang sudah kita capai dan lakukan, saya optimis dengan penyesuaian TK yang kita ajukan. Saya minta untuk disempurnakan yang kurang-kurang tetapi tetap saya pesan ke seluruh jajaran untuk menjaga irama kerja tetap tinggi. Awal tahun ada penilaian lagi untuk kinerja kita di tahun 2014, jangan sampai kendor dan ada kekeliruan," Suryamin memotivasi seluruh pegawai.

       Apa peran kita untuk RB di BPS? "Hasil evaluasi di pusat dan daerah menunjukkan masih banyak teman-teman yang belum sepenuhnya memahami RB. Ketika ratekda di salah satu provinsi, kita adakan survei cepat. Yang mengaku paham RB hanya 46 persen, lainnya tidak atau kurang paham," ungkap Kecuk. la juga mengungkapkan, selama ini pegawai sering berpikir bahwa kegiatan RB adalah pekerjaan baru, di luar pekerjaan rutin. Padahal RB bukan menciptakan pekerjaan baru tetapi bagaimana melakukan pekerjaan BPS secara profesional, berintegritas, dan amanah. Inti dari RB adalah perubahan. "Kalau berbicara perubahan, intinya adalah mengubah cara berpikir dan berperilaku. Artinya, kita harus mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan BPS secara PIA. Misalnya, ketika membenahi area perubahan penataan tata laksana, sebagai pegawai kita mempunyai peran besar untuk meningkatkan kualitas data dengan bekerja sesuai SOP yang sudah ditentukan, baik pada saat kita melakukan perencanaan, pengumpulan data, pengawasan, pengolahan, dan diseminasi," ujar Kecuk.

       Suryamin masih melihat belum ada perubahan signifikan dalam keseharian pegawai BPS. Oleh karena itu, tak henti-hentinya ia mengimbau dan mengajak seluruh pegawai untuk mengubah cara berpikir dan berperilaku. "Masih ada gaya-gaya lama, perlu ada peningkatan. Contoh kecil adalah ketika upacara. Upacara itu kan menghormati negara, bangsa, dan kantor, tetapi masih ada pegawai yang tidak ikut. Kalau masih diabaikan, berarti masih belum ada perubahan yang fundamental," kritik Suryamin.

Membumikan RB

       "Sosialisasi RB harus terus dilakukan dari pusat hingga ke daerah, dari level atas hingga ke bawah. Selama ini masih ada miskomunikasi. Apa yang sudah kita capai tidak dipahami dan diketahui oleh seluruh pegawai. Ini yang saya minta kepada Eselon I, sosialisasi RB harus diperbaiki strateginya," pendapat Suryamin soal langkah RB ke depan.

       Margo mengakui salah satu alasan mengapa RB sulit dipahami adalah 'bahasanya' yang memang agak 'eksklusif' sehingga kurang dimengerti oleh pegawai pada umumnya. "Semua kegiatan statistik harus di-mapping pada sasaran strategis yang ingin dicapai oleh RB, sehingga para pegawai mengetahui bahwa semua pekerjaan yang dilakukan adalah dalam rangka RB. Jika selalu diingatkan seperti itu, para pegawai akan mengetahui bahwa RB selalu hidup dalam keseharian mereka. Hal semacam itu yang belum dipahami oleh para pegawai," kata Margo. Kecuk menambahkan semua kegiatan yang dilakukan BPS adalah dalam kendaraan besar RB. Sebagai contoh, kegiatan perubahan tahun dasar baru PDB dilakukan karena BPS sedang membenahi area perubahan penataan tata laksana dengan tujuan meningkatkan kualitas data. Perka gratifikasi dibuat karena BPS sedang menguatkan area perubahan pengawasan dengan tujuan menciptakan BPS yang bersih dan bebas KKN. PST dan ARC dibangun karena BPS berusaha membenahi area perubahan pelayanan publik dengan tujuan memberikan pelayanan prima terhadap masyarakat.

       "Saya ingin lebih membumikan RB," harap Kecuk. Dalam progres RB, Kecuk melihat energi positif dari para pegawai di pusat dan daerah. "Menurut saya yang harus terus dibangun adalah kesadaran untuk terus mau berubah ke arah yang lebih baik. Di sela kesibukan menjalani pekerjaan rutin, kita harus bisa menyisihkan waktu untuk memikirkan terobosan baru yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kinerja," ujar Kecuk optimis. la mengajak seluruh insan BPS untuk bekerja keras demi kemajuan BPS. "Kita semua berhak dan wajib untuk memberikan pemikiran yang konstruktif agar BPS semakin bagus. BPS ini bukan milik Eselon I dan II. Ini adalah rumah kita bersama yang harus terus menerus kita bangun dan jaga," tekan Kecuk.

Jadi, siapkah kita untuk bekerja lebih keras lagi?

-Tim VS-