Implementasi PermenPAN No. 26 Tahun 2016 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Fungsional Melalui Penyesuaian/Inpassing

Admin RB BPS Pusat | 10th January, 2017

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) pada tanggal 21 Desember 2016, telah menerbitkan Permenpan No. 26 Tahun 2016 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Fungsional melalui Penyesuaian/Inpassing (Permenpan Inpassing). Pemerintah sepertinya sedang berbaik hati dengan memberikan kesempatan bagi PNS supaya lebih mudah diangkat dalam jabatan fungsional melalui “jalur khusus” yaitu penyesuaian/Inpassing sampai batas waktu Desember 2018. Terbitnya Permenpan Inpassing dimaksudkan untuk pengembangan karier PNS, profesionalisme dan peningkatan kinerja organisasi, serta guna memenuhi kebutuhan jabatan fungsional di setiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Oleh karena itu Permenpan Inpassing ini berlaku secara universal bagi semua PNS yang berminat menjadi pejabat fungsional.

 

Berdasarkan Perka BPS No. 100 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Perka BPS No. 104 Tahun 2015 tentang Jabatan, Kelas Jabatan, dan Tunjangan Kinerja Pegawai di lingkungan BPS, secara internal BPS telah mengakomodir beberapa rumpun jabatan fungsional tertentu yang diperuntukan bagi pegawai BPS, seperti: Statistisi, Pranata Komputer, Analis Kepegawaian, Perencana, Arsiparis, Penyuluh Hukum, Perancang Peraturan Perundang-undangan, Pranata Humas, Pustakawan, Peneliti dan Auditor. 

 

Perbedaan antara Permenpan Inpassing dengan beberapa peraturan yang mengatur tentang jabatan fungsional tertentu lainnya terletak pada persyaratan pengangkatan pertama ketika akan menduduki jabatan fungsional, dalam Pasal 2 Permenpan Inpassing disebutkan:

 

1.   PNS yang melaksanakan Inpassing harus memiliki pengalaman penugasan dalam jabatan fungsional paling kurang 2 (dua) tahun. 2.   PNS yang melaksanakan Inpassing harus mengikuti dan lulus uji kompetensi pada jabatan fungsional yang akan diduduki.  3.   Adanya pola mutasi diagonal bagi pejabat pimpinan tinggi, administrator dan pengawas. 4.   Angka kredit kumulatif untuk pengangkatan pertama ditetapkan berdasarkan masa kepangkatan, bukan berdasarkan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK).

5.   Usia paling tinggi:

      a.    3 (tiga) tahun sebelum batas usia pensiun (BUP) bagi jabatan pelaksana.       b.    2 (dua) tahun sebelum BUP bagi jabatan administrator dan pengawas.       c.    1 (satu) tahun sebelum BUP bagi pejabat administrator yang akan menduduki jabatan fungsional ahli jenjang madya.       d.    1 (satu) tahun sebelum BUP bagi pejabat pimpinan tinggi.

Dari beberapa uraian perbedaan tersebut ada hal yang dirasa kurang implementatif dan bisa menjadi hambatan, yaitu berkaitan dengan uji kompetensi sebagai syarat mutlak untuk diangkat dalam jabatan fungsional melalui Inpassing. Bahwa dari sekian banyak peraturan jabatan fungsional tertentu yang berlaku, secara umum uji kompetensi diterapkan sebagai syarat bagi pejabat fungsional hanya ketika akan naik jabatan setingkat lebih tinggi, dan bukan untuk pengangkatan melalui Inpassing. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika masing-masing instansi pembina jabatan fungsional segera merespon dengan menyusun mekanisme uji kompetensi sebagai syarat Inpassing didalam peraturan fungsionalnya agar Permenpan Inpassing tersebut dapat diimplementasikan.

Disisi lain dalam Permenpan Inpassing mengatur adanya pola mutasi diagonal dimana pejabat struktural dapat beralih menjadi pejabat fungsional atau sebaliknya. Secara makro dalam dimensi tata kelola pemerintahan daerah, mutasi diagonal akan mempunyai manfaat sangat besar karena dengan terbitnya PP No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah pada tanggal 19 Juni 2016, akan terjadi reorganisasi dan perampingan susunan organisasi tata kerja (SOTK) pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota secara besar-besaran di seluruh Indonesia.

Sebagai contoh, ditingkat kabupaten Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), serta Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pertambangan (PSDAP) kewenangannya diambilalih oleh provinsi dan pusat. Dinas Peternakan dan Dinas Perkebunan dijadikan satu menjadi Dinas Pertanian, begitu pula Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) disatukan dengan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), dan masih banyak lagi. Perampingan tersebut berdampak pada banyaknya pejabat struktural pimpinan tinggi, administrator dan pengawas di pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota yang kehilangan jabatan atau non job.

Dalam situasi demikian, pemerintah telah mengantisipasinya dengan menerbitkan Permenpan Inpassing yang memungkinkan adanya mutasi diagonal bagi pejabat struktural yang non job, bahkan sampai menjelang BUP pun masih bisa mengajukan Inpassing untuk masuk kedalam jabatan fungsional, sehingga kompetensinya dapat terus diberdayakan. Implementasi prinsip “kaya fungsi, miskin struktur” rupanya perlahan-lahan mulai diterapkan secara sistematis dan masif, hal tersebut segaris dengan upaya pemerintah dalam melakukan reformasi birokrasi pada struktur birokrasi pemerintahan di Indonesia agar lebih mengutamakan fungsi dan output pelayanan publik yang efektif dan efisien.

-Bayu Sulistomo, SH, Fungsional Penyuluh Hukum Pertama, BPS Provinsi DI Yogyakarta-

Sumber : community.bps.go.id