Berbagi Pengalaman Belajar di Jepang untuk Menciptakan Lingkungan Kerja yang Nyaman

Admin RB BPS Pusat | 26th April, 2017

Salah satu wacana hasil ratek para pimpinan bps baru-baru ini adalah menciptakan lingkungan kerja yang nyaman. Kira-kira demikian redaksinya (berhubung saya sendiri bukan salah satu peserta ratek). Saya mengetahui hal tersebut setelah mendengar pemaparan dari Kepala BPS Kabupaten Muna melalui rapat bulanan di BPS Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Saya kemudian terbetik untuk menjelaskan ke publik (rekan-rekan BPS) beberapa hal yang sekiranya diterapkan bisa membawa pada lingkungan kerja yang lebih baik. Tulisan ini pada dasarnya merupakan pengalaman pribadi saya selama studi di International University Jepang, sebuah universitas swasta di Niigata Prefecture dengan fasilitas dan pelayanan prima layaknya sebuah universitas International. 

Jepang adalah negara maju dan jauh lebih dulu maju dari negara lain di kawasan Asia seperti Singapura, selain itu kaya dengan budaya ketimuran, meskipun kemudian mendapat pengaruh barat setelah pendudukan sekutu pasca perang dunia II. Tidak masalah mengambil pelajaran dari mereka yang telah maju hingga saat ini selama sesuai dengan nilai-nilai agama, norma dan budaya yang dianut Bangsa Indonesia. Bagi BPS sebagai sebuah institusi tentu akan bermanfaat untuk menerapkan fenomena dan nilai-berikut ini:

1. Disiplin dan tepat waktu Sebelum memulai kuliah, dosen akan tiba lebih duluan minimal 5-10 menit sebelum jam pelajaran di mulai. Jam karet? Tidak pernah ketemu. Kalau jam karet sungguhan mungkin ada di toko penjualan barang-barang bekas milik gadis-gadis Jepang yang sudah tidak terpakai.. Yang terlambat masuk kelas justru sebagian mahasiswa, itu pun jarang sekali sebab malu sendiri jika berulang-ulang hanya kitalah yang akan melakukannya. Nilai moral lainnya yang bisa diambil adalah bahwa atasan harus memberi contoh pada bawahan, jangan biarkan bawahan menunggu anda berjam-jam tapi justru mestinya atasanlah yang harus hadir duluan untuk memberi contoh.

2. Reaktif terhadap keluhan mahasiswa/ atasan peduli/responsif pada keluhan bawahan Mahasiswa bisa mengirim email kapan saja pada dosen atau divisi terkait dan akan menerima respon secepatnya. Waktu pertemuan pun dijadwalkan dan diberi pilihan waktu. Jadi tidak perlu ada antri menunggu dosen yang biasanya di Indonesia dosen makin bangga jika ditunggu oleh banyak mahasiswa dan makin merasa diri sebagai bos. Jadi kemudahan dalam merespon mahasiswa atau orang di bawah itu sangat diperhatikan.

3. Tidak pernah satu kali pun saya melihat ada sampah kertas, botol, atau kaleng bekas minuman, atau bekas makanan di atas kursi/meja yang tertinggal begitu saja, baik itu di dalam kelas, ruang belajar maupun tempat umum lainnya, bahkan tidak ada sampah apa pun di teras-teras mapun jalan umum kecuali debu dan daun pohon yang memang jatuhnya kapan saja meskipun dibersihkan setiap pagi oleh cleaning service. Setiap orang akan membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan. Saya mahasiswa dari Indonesia menyesuaikan sendiri dan malu jadinya kalau meninggalkan sampah karena kita akan menjadi satu-satunya orang yang membuang sampah sembarangan atau meninggalkan sampah. Di Indonesia bagaimana? I think you can see by your self.

4. Setiap tempat sampah dilapisi plastik bening atau semacamnya sehingga pada saat tempat sampah penuh yang diambil cuma bungkusan plastiknya tanpa mengangkat tong sampahnya. Jika diterapkan di Indonesia, maka bau sampah setelah dibawa ketempat umum tidak akan menebar kemana-mana karena dalam keadaan terbungkus plastik. Apalagi sampah dihambur anjing setelah dibuang di tempat umum tidak akan terjadi. Bau sampah yang menyebar tentu menjadi sumber penyakit. Yang berdosa adalah setiap orang yang punya andil dan tidak ingin maupun tidak punya kemauan untuk peduli dengan kebersihan lingkungan.

5. Petugas kebersihan selalu memakai pakaian seragam. Tidak pernah saya lihat ada petugas yang memakai kaos oblong apalagi sampai masuk dalam ruangan dengan kaos oblong, tidak pernah sama sekali.

6. Tidak ada orang merokok dalam kantin atau ruangan apa pun, baik di kelas, ruang belajar, perpustakaan, bahkan di tempat-tempat umum di luar kampus tidak ada orang merokok dalam gedung atau ruangan. Orang merokok biasanya di samping2 luar gedung yang sudah disediakan asbak setinggi lutut. Mahasiswa Indonesia yang perokok biasanya merokok dalam kamarnya sendiri, jadi tidak ada kiriman asap buat orang lain yang menurut kesehatan lebih membahayakan daripada perokoknya sendiri. Tidak ada juga yang merokok sambil berjalan atau merokok di tengah kerumunan umum. Intinya, orang menjaga agar asap rokoknya tidak menganggu orang lain.

7. Di kantor  yang ada di dalam kampus maupun kantor-kantor lain yang pernah dikunjungi dalam studi tour ke beberapa instansi pemerintah seperti DPRD Jepang di Tokyo, Kantor BPS Jepang, Museum Statistik Jepang di Tokyo, DPRD Niigata, dan kantor Imigrasi tidak pernah saya melihat satu orang pun ada anak kecil baik yang balita maupun yang anak-anak. Saya tidak tau secara pasti alasannya meskipun setiap orang sesungguhnya bisa memikirkan alasan dan pengaruhnya terhadap efektifitas kerja pegawai, so just think.

Itulah di antara beberapa hal yang dapat saya jelaskan. Semoga bermanfaat!

 

-Tatarudin S.Si, M.E, M.A, BPS Kabupaten Kolaka Utara-

 

Sumber : community.bps.go.id