Ditasbihkan Jadi Unit Percontohan

Admin RB BPS Pusat | 5th February, 2015

Belum lama ini, kita diakrabkan dengan (lagi-lagi) singkatan baru, yaitu WBK dan WBBM (Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani). WBK dan WBBM merupakan wujud kepedulian bersama untuk mewujudkan semangat anti korupsi di tidak hanya di pemerintahan, tapi juga di setiap lapisan masyarakat. BPS sebagai lembaga pemerintah juga terus mendengungkan semangat anti korupsi guna mewujudkan clean government. BPS telah menunjukkannya lewat pencanganan Zona Integritas yang dilaksanakan pada 10 Februari 2014. Pencanganan ini merupakan komitmen seluruh pimpinan dan jajaran BPS untuk mewujudkan WBK dan WBBM lewat upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, dan peningkatan pelayanan publik. Berangkat dari telah dicanangkannya zona integritas, BPS pun dapat mengusulkan satuan kerjanya untuk menjadi salah satu area bebas korupsi. Penentuan unit kerja berpredikat WBK/WBBM didasarkan atas pemenuhan terhadap 20 indikator proses dan 8 indikator hasil yang ditetapkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB). Penilaian pun dilakukan oleh TimPenilai Internal yang kemudian dievaluasi oleh Tim Penilai Nasional.

 

Tim penilai internal melakukan penilaian terhadap 64 unit kerja yang diajukan oleh BPS provinsi, penilaian tersebut menghasilkan sepuluh unit kerja yang kemudian diverifikasi. Hasil penilaian bukti fisik dan reviu ke unit kerja terpilih diperoleh empat unit kerja yang diajukan ke KemenPAN RB. Mereka adalah BPS Provinsi Bengkulu, BPS Provinsi DI Yogyakarta, BPS Provinsi Sulawesi Barat, dan BPS Kota Tangerang Selatan. Penetapan ini pun dilakukan pada saat Rapat Teknis Pimpinan BPS Provinsi se-Indonesia di Bali, 12-14 November 2014. Selain memang merupakan penghargaan yang prestisius, penetapan ini juga bertujuan untuk memotivasi unit kerja lain untuk selalu mengedepankan semangat anti korupsi dalam bekerja.

 

Kepala BPS Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), Setianto, saat ditemui VS menuturkan bahwa ia beserta jajarannya menekankan transparansi dalam bekerja. “Baik untuk pengelolaan keuangan maupun pengelolaan kegiatan statistik, kita selalu mengedepankan partisipasi. Sehingga masukan dan kritik terhadap kegiatan statistik di Sulbar kita saring dari bawah, mau di bawa kemana nih BPS Sulbar. Kita tidak memaksakan diri dari top down. Kalau semua ikut partisipasi, ngajak ke target yang dituju lebih enak,” ujar Setianto.

 

Dodi Herlando, Kepala BPS Provinsi Bengkulu, mengakui bahwa kriteria yang ditetapkan KemenPAN RB sebenarnya sangat ketat. “Kemenpan maunya yang benar-benar terstruktur, sudah terbentuk tim, ada road mapnya, ada implementasinya, ada evaluasi berkala, dan ada rencana tindaklanjut,” ujar Dodi. Lebih lanjut Dodi menekankan mengenai efektivitas pekerjaan yang dilakukan BPS. “Kalau dulu moral hazard kan kalau kita tidak ke lapangan. Kalau sekarang tidak hanya tidak ke lapangan, atau masalah keuangan. Misalnya kita lihat, ST2013 itu dananya Rp1,3 triliun, kalau publikasinya cuma dipajang saja di BPS kabupaten itu yang harus dikritisi. Ukuran Kemenpan RB sederhana saja, ada ga dirasakan manfaatnya oleh pengguna data. Kita harus dengungkan data kita. Harus senang datanya dipakai,” beber Dodi.

 

BPS Provinsi DIY mendapatkan beberapa rekomendasi dari KemenPAN RB, salah satunya tentang dokumen pembentukan tim RB di satker terkait. “Kami ditanya pemilihan anggota tim RB berdasarkan apa. Ya kita pilih karena pembagian tugas saja memang lebih dekat tupoksinya dengan subject matter,” ujar Rahmawati, Kepala Bagian Tata Usaha BPS Provinsi DIY. Lebih lanjut Rahmawati mengatakan tim penilai meminta dokumen terkait syarat anggota terpilih dan SOP tim. Dari rekomendasi tersebut, BPS Provinsi DIY langsung meneruskannya kepada jajarannya di BPS kabupaten/kota ketika Ratekda. “Kita akan benahi secara administrasi dan menyamakan persepsi agar tidak ada yang merasa dihebatkan atau dikesampingkan,” jelas Rahmawati. Bangga bercampur khawatir, merupakan perasaan yang diungkapkan oleh Darusman, Kepala BPS Kota Tangerang Selatan ketika tahu unit kerjanya ditetapkan sebagai Wilayah Bebas dari Korupsi. “Khawatir karena takut tidak bisa memegang amanah, tapi kita mencoba yang terbaik. Persiapan khusus tidak ada, artinya tidak ada sesuatu yang harus dibuat secara tiba-tiba. Tapi mindset kita harus menyiapkan pelayanannya, PSTnya,” ujar Darusman. Masih ada beberapa hal yang mesti dipenuhi berdasarkan masukan dari Tim Penilai Nasional. “Misalnya zona integritas, mestinya ada tim zona integriras, untuk meningkatkan RB itu sendiri,” kata Setianto mengenai rekomendasi dari Tim Penilai Nasional. “Kita masih lemah dalam dokumentasi, road map, serta taat asas. Kita sedang ongoing progress. Ini tantangan kita untuk menuju ke sana,” tambah Dodi. Darusman sendiri menilai kalau pendokumentasian pekerjaan di unit kerjanya sudah berjalan. “Kalau dokumentasi sudah terbiasa, kalau ada apa kita dokumentasikan, misalnya laporan sudah lengkap file-filenya,” ungkapnya.

 

Penasbihan keempat satuan kerja ini selayaknya menjadi awalan yang baik bagi BPS secara keseluruhan menjadi suatu wilayah yang memiliki integritas sehingga praktik-praktik korupsi dapat dihiliangkan di seluruh jajaran pemerintahan. “Kita tidak bisa berpuas diri, misalnya dari pengawasan, biasanya satu kali sekarang kita dua kali, tidak hanya dari inspektorat tapi dari BPS Sulbar sendiri,” ucap Setianto.